DUA TABIR ALLAH PADA HAMBANYA

Dalam kehidupan ini, manusia sering dihadapkan pada pilihan antara kebaikan dan keburukan. Setiap tindakan memiliki konsekuensi, baik di hadapan manusia maupun di hadapan Allah. Syekh Tajuddin Ibnu ‘Athaillah as-Sakandari, telah menjelaskan bahwa Allah memberikan dua bentuk tabir kepada hamba-Nya dalam menghadapi maksiat. Pertama, tabir di dalam maksiat, di mana seseorang masih melakukan dosa tetapi Allah menutupi aibnya dari manusia. Kedua, tabir dari maksiat, yaitu perlindungan Allah yang mencegah seseorang dari berbuat dosa meskipun ada keinginan dalam dirinya.

Hal ini memberikan pemahaman mendalam tentang bagaimana manusia berinteraksi dengan dosa dan ketaatan. Ada yang takut kepada manusia lebih daripada takut kepada Allah, dan ada pula yang lebih mengutamakan pandangan Allah dibandingkan penilaian makhluk. Pemahaman ini penting dalam membentuk kesadaran kita sebagai hamba, agar kita tidak hanya menjauhi dosa karena takut dipermalukan, tetapi karena menyadari bahwa Allah selalu mengawasi setiap perbuatan kita.

قَالَ الشَّيْخُ تَاجُ الدِّيْنِ ابْنُ عَطَاءِ اللهِ السَّكَنْدَرِيُّ (تُوفِّي : ٧٠٩ هـ / ١٣١٠ مـ) : “السِّتْرُ عَلَى قِسْمَيْنِ : سِتْرُ عَنِ الْمَعْصِيَةِ وَسِتْرٌ فِيْهَا . فَالْعَامَّةُ يَطْلُبُوْنَ السِّتْرَ مِنَ اللهِ فِيْهَا خَشْيَةَ سُقُوْطِ مَرْتَبَتِهِمْ عِنْدَ الخَلْقِ، وَالْخَاصَّةُ يَطْلُبُوْنَ السِّتْرَ عَنْهَا خَشْيَةَ سُقُوْطِهِمْ مِنْ نَظَرِ الْمَلِكِ الْحَقِّ. (الحكم، حِكْمَة: ١٣٠)

Syekh Tajuddin Ibnu ‘Athaillah as-Sakandari (w 709 H./1310 M.) menjelaskan bahwa tabir atau satir dari Allah terbagi menjadi dua, yaitu tabir dari melakukan maksiat dan tabir di dalam melakukan maksiat. Manusia pada umumnya meminta kepada Allah supaya ditutupi dalam perbuatan maksiat karena takut kedudukannya jatuh di mata manusia, sedangkan orang khusus meminta kepada Allah agar ditutup dari perbuatan maksiat karena takut kedudukannya jatuh dalam pandangan Allah.

Tabir Allah dari maksiat ada dua macam, yang pertama tabir di dalam maksiat yang artinya orangnya masih melakukan maksiat, tetapi dia tidak dilihatkan maksiatnya kepada orang lain, dan yang kedua tabir dari melakukan maksiat, yaitu seorang hamba tidak akan melakukan maksiat karena mendapat tabir dari Allah walaupun hamba tersebut ingin melakukan kemaksiatan.

  1. Tabir di dalam melakukan maksiat (as-sitru fil ma’shiyah)

Seseorang melakukan maksiat, tetapi ditutupi oleh Allah sehingga tidak diketahui orang lain dan tidak turun derajatnya di hadapan manusia. Syekh Ibnu ‘Athaillah as-Sakandari mengistilahkannya dengan as-sitru fil ma’shiyah, yaitu tutup atau tabir Allah dalam melakukan maksiat.

Orang awam (orang pada umumnya yang masih belum mengerti) meminta kepada Allah agar diberi tutup dalam berbuat maksiat atau as-sitru fil ma’shiyah, karena mereka lebih takut kepada manusia daripada takut kepada Allah, juga karena mereka takut turun derajatnya hadapan orang lain. Orang awam meminta agar ditutupi oleh Allah kemaksiatannya karena khawatir derajatnya turun di hadapan orang lain.

Orang awam ingin mendapatkan as-sitru fil ma’shiyah. Orang awam itu pandangannya masih kepada makhluk, ketakutannya masih kepada makhluk, rasa malunya juga masih kepada makhluk dan belum sampai takut kepada Allah dan malu kepada Allah. Orang awam masih senang melakukan maksiat, tetapi kalau dilihat orang, dia merasa takut dan merasa malu, namun kalau dipandang Allah, dia belum merasa takut dan belum merasa malu. Oleh karena itu, dia melakukan maksiat dengan sembunyi-sembunyi agar tidak dilihat orang lain.

Karenanya jika dia melakukan salah dan dosa, dia minta ditutupi oleh Allah agar tidak diketahui makhluk, tidak diketahui orang lain, tidak diketahui temannya, tidak diketahui ayahnya, tidak diketahui ibunya, dan tidak diketahui gurunya. Orang yang seperti ini jika melakukan salah dan dosa, dia meminta ditutupi oleh Allah supaya kesalahan dan dosanya tidak diketahui orang lain. Jika diketahui oleh orang lain, derajatnya di hadapan orang-orang akan jatuh dan dia akan menjadi hina. Tutup atau tabir Allah ini namanya as-sitru fil ma’shiyah.

  • Tabir dari melakukan maksiat (as-sitru ‘anil ma’shiyah)

Apabila seseorang mendapat tabir Allah yang ini, yaitu tabir atau tutup dari perbuatan maksiat, dia tidak akan pernah melakukan maksiat, karena jiwanya ditutup oleh Allah untuk tidak memiliki keinginan maksiat. Dalam istilah Ibnu ‘Athaillah as-Sakandari, tabir ini disebut as-sitru ‘anil ma’shiyah, yaitu tutup atau tabir dari melakukan maksiat.

Misalnya ada orang yang dikehendaki oleh Allah sebagai orang yang jujur, tidak korupsi, tidak pungli, tidak menerima suap dan tidak jual beli jabatan. Orang yang seperti ini ditutup oleh Allah sehingga dia tidak melakukan maksiat walapun terkadang dia ingin melakukan maksiat.

Orang yang mendapat taufik dari Allah tandanya adalah apabila dia ingin maksiat, dia ditolong oleh Allah sehingga tidak jadi melakukan maksiat.

Ada lagi orang yang dihinakan oleh Allah, yaitu orang yang ingin melakukan ibadah, tetapi tidak jadi ibadah. Contoh ada seseorang yang mau berangkat mengaji.segala keperluannya telah disiapkan. Ternyata ketika mau berangkat, dia kena diare dan tidak jadi berangkat. Ini Namanya khudzlan atau dihina oleh Allah. Dia mau melakukan kebaikan, tetapi tidak jadi.

Orang yang ditutup dari maksiat akan dijaga oleh Allah. Berbeda dengan orang awam yang mencari tutup dari Allah agar ditutupi ketika melakukan perbuatan maksiat agar tidak turun derajatnya dalam penglihatan makhluk. Karena Orang awam merasa lebih takut aibnya diketahui oleh manusia daripada diketahui oleh Allah.

Dengan adanya dua tabir Allah terhadap hamba-Nya menggambarkan betapa luasnya rahmat dan kebijaksanaan-Nya dalam mengatur kehidupan kita. Tabir di dalam maksiat menunjukkan bagaimana Allah menutupi aib hamba-Nya di hadapan sesama hamba lainnya, sedangkan tabir dari maksiat adalah bentuk perlindungan Allah agar hamba-Nya terhindar dari perbuatan dosa. Pemahaman ini mengingatkan kita bahwa hakikat ketakwaan bukan hanya menjauhi dosa karena takut dilihat manusia, melainkan karena kesadaran akan pandangan Allah Yang Maha Mengetahui. Semoga kita senantiasa mendapatkan taufik dari-Nya untuk menjaga diri dari segala bentuk kemaksiatan dan meraih derajat yang mulia di sisi-Nya.

Dapatkan keterangan lengkapnya hanya di buku “Indahnya tabir Alloh.”

Pemesanan  bisa klik link berikut ini : http://Linktr.ee/pustakaalmuhibbin

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *