AL-HIKAM, HIKMAH KE-9

تَنَوَّعَتْ أَجْنَاسُ الْأَعْمَالِ لِتَنَوُّعِ وَارِدَاتِ الأَحْوَالِ

“Beraneka ragamnya jenis amal perbuatan itu adalah karena bermacam-macamnya kondisi/rasa yang datang di dalam hati.”

  1. Ma’na Lafazh dalam Hikmah

Asy-Syaikh Ahmad bin Muhammad bin ‘Ajîbah al-Hasanî (w. 1266 H.) dalam kitab Îqâzh al-Himam fi Syarh al-Hikam berkata:

تَنْوِيْعُ الشَّيْءِ : Memperbanyak sesuatu (menjadikan sesuatu bermacam- macam).

الأَعْمَالُ : Suatu ungkapan dari kegiatan jisim.

الْوَارِدَاتُ وَالْأَحْوَالُ : Suatu ungkapan dari kegiatan hati.

Al-Khôthir, al-wârid, dan al-hal itu tempatnya hanya satu, yaitu qalbu (hati). Akan tetapi selama di dalam qalbu itu datang al-khowathir al-zhulmâniyyah (bisikan bisikan gelap) dan al-khowâtir al-nûraniyyah (bisikan bisikan terang), maka yang datang di dalam qalbu itu di sebut khôthir. Jika al-khowâthir al- zhulmâniyyah telah putus, maka yang datang dalam qalbu disebut wârid atau hâl. Keduanya (al-khowâthir al-zhulmâniyyah dan al-khowâthir al-nûraniyyah) selalu datang silih berganti, dan apabila yang datang dalam qalbu itu sudah tetap, maka disebut maqâm.

  1. Penjelasan

Asy-Syaikh Ahmad bin Muhammad bin ‘Ajîbah al-Hasanî (w. 1266 H.) dalam kitab Îqâzh al-Himam fi Syarh al-Hikam menerangkan bahwa: Beraneka ragamnya jenis amal lahir itu disebabkan bermacam-macamnya hal bathin, artinya: perbuatan anggota badan itu adalah mengikuti hâl/rasa yang ada di dalam qalbu (hati).

Apabila yang datang dalam hati adalah rasa sedih (qabdlu), maka pengaruh yang tampak pada anggota badan adalah diam (tidak banyak bergerak). Apabila yang datang di dalam hati adalah rasa gembira (basthu), maka pengaruh yang tampak pada anggota badan adalah rasa ringan dan banyak bergerak. Apabila yang datang di hati adalah zuhud (tidak suka duniawi) dan wara’ (menjaga diri dari sesuatu yang haram dan syubhat), maka pengaruh yang tampak pada anggota badan adalah meninggalkan dan mundur. Apabila yang datang di hati adalah raghbah (senang duniawi) dan hirshu (serakah duniawi), maka pengaruh yang tampak pada anggota badan adalah kerja keras dan bersusah payah. Apabila yang datang di hati itu mahabbah (rasa cinta) dan syauq (rasa rindu), maka pengaruh yang tampak pada anggota badan adalah banyak tingkah dan menari-nari. Apabila yang datang di hati itu adalah ma’rifat (mengenali) dan syuhûd (memandang), maka pengaruh yang tampak pada anggota badan adalah terasa nyaman dan tenang. Dan lain-lain.

Boleh jadi bermacam-macam ahwal tersebut datang di satu hati, maka anggota lahir akan melakukan perbuatan yang bermacam-macam pula. Dan boleh jadi yang datang di satu hati itu hal yang hanya satu, maka tampak pada lahirnya pengaruh yang hanya satu. Oleh karenanya, terkadang datang pada seseorang rasa susah saja, maka orang itu kebiasaannya akan selalu merasa susah. Dan terkadang yang datang padanya rasa gembira saja, maka ia akan selalu merasa gembira. Dan begitu seterusnya.

Di dalam hadîts, Rasûlullâh bersabda:

أَلاَ وَإِنَّ فِي الْجَسَدِ مُضْغَةً، إذَا صَلُحَتْ صَلُحَ الْجَسَدُ كُلُّهُ، وَإذَا فَسَدَتْ فَسَدَ الْجَسَدُ كُلُّهُ. اَلاَ وَهِيَ الْقَلْبُ رواه البخاري في صحيحه

“Ingat, sesungguhnya di dalam tubuh itu terdapat segumpal daging, jika ia baik, maka baiklah seluruh tubuh. Dan jika ia buruk, maka buruklah seluruh tubuh. Ingat, segumpal daging itu ialah hati.” (HR. Bukhârî)

Atas dasar ma’na di atas, ahwal kaum shûfî itu berbeda-beda. Di antara mereka ada yang ‘ubbâd (orang-orang yang ahli ibadah), zuhhâd (orang-orang yang ahli zuhud), wâri ‘ûn (orang- orang ahli wira’i), murîdûn (orang-orang yang menghendaki ma’rifat Allâh), juga ada pula yang ârifûn (orang-orang yang telah sampai derajat ma’rifat Allâh).

Asy-Syaikh Zarûq dalam kaidahnya berkata:

  1. An-Nusuk (ibadah) adalah melaksana-kan semua perjalanan ibadah, yaitu semua amal perbuatan yang utama tanpa memperhatikan yang lain. Apabila seseorang ingin kemapanan di dalam ibadah, maka orang itu disebut ‘abid. apabila ia cenderung mengambil jalan ahwâl, maka ia disebut wâri’. apabila ia memilih jalan meninggalkan menginginkan perbuatan tercela karena keselamatan, maka ia di sebut zâhid. apabila ia melepaskan/menyerahkan dirinya pada apa pun yang dikehendaki Allâh, maka ia disebut ‘ârif. dan apabila ia mengambil jalan takhalluq (berakhlaq budi) dan ta’alluq (terkait dengan harapan ma’rifat Allâh), maka ia disebut murid.
  2. Belum tentu sebab perbedaan masâlik (perjalanan) menimbulkan terjadinya perbedaan maqâsid (tujuan), akan tetapi boleh jadi tujuan hanya satu walaupun perjalanan berbeda, seperti: ibadah, zahadah, ma’rifah. Kesemuanya itu adalah perjalanan menuju kedekatan kepada Allah. Kesemuanya saling mengisi, karena orang ‘arif harus melakukan ibadah. Bila tidak, maka ma’rifat nya tidak akan berarti, karena ia tidak beribadah kepada Allâh yang dikenalinya. Dia juga harus zahâdah, bila tidak, maka berarti tidak ada haqiqat dalam dirinya, karena ia tidak berpaling dari sesuatu selain Allâh. Seorang ‘abid juga harus melaksanakan ibadah dan zahâdah, karena tidak dapat disebut ibadah kecuali dengan ma’rifat secara global dan seorang ‘âbid tidak ada kesempatan penuh untuk beribadah kecuali dengan zuhud. Begitu pula zâhid, karena tidak ada zuhud kecuali dengan ma’rifat secara global, dan tidak ada zuhud kecuali dengan ibadah. Apabila tidak, maka ia akan kembali pada pengangguran.

    Kesimpulannya; barangsiapa yang amalnya mendominasi pada dirinya, maka ia disebut ‘âbid. Barangsiapa yang mendominasi pada dirinya meninggalkan, maka ia disebut zâhid. Barangsiapa yang mendominasi pada dirinya memandang perbuatan Allâh, maka ia disebut ‘ârif. Dan kesemuanya disebut kaum shûfî.

Asy-Syaikh Muhammad bin Ibrâhîm bin ‘Abdillâh bin Ibrâhîm bin ‘Ibâd an-Nafazî dalam kitab Syarh al-Hikam berkata, “Wâridâtu al-ahwal ialah sesuatu yang datang di hati, yaitu pengertian tentang ketuhanan dan rahasia ruhani. Ia adalah sesuatu yang menimbulkan perilaku yang terpuji. Dari wâridât, ada wârid yang menimbulkan rasa takut, ada wârid yang menimbulkan rasa tenang, ada wârid yang menimbulkan rasa susah, dan ada juga wârid yang menimbulkan rasa gembira, dan lain-lain. Kesemuanya itu terjadi karena perbedaan ahwal yang datang di hati. Oleh karena wâridât dan ahwâl itu berbeda beda, maka jenis jenis amal yang timbul darinya pun berbeda beda pula, karena semua amal lahir itu selamnya mengikuti ahwal bathin.

Dapatkan keterangan lengkapnya hanya di buku “Mutiara Indah Jild 2.”

Pemesanan  bisa klik link berikut ini : http://Linktr.ee/pustakaalmuhibbin 


Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *